Bandung, Gerimis, & 6 Jam Petualangan

Transit.

Sebuah hal yang jamak dilakukan saat kita sedang berpergian, biasanya hanya berlangsung sejenak untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan. Dan kali ini tempat transit saya cukup istimewa, Bandung. Kota yang tidak habis dijelajahi dalan 1 hari, bahkan mungkin tidak puas sebelum mengulangi menelusurinya berkali - kali. 

Saya hanya punya waktu 6 jam sebelum kereta yang akan membawa saya pulang ke Surabaya berangkat dari Stasiun Bandung. Pikiran saya awalnya jika memungkinkan saya ingin pergi ke Kawah Putih atau ke area Gunung Tangkuban Perahu. Tapi mengingat limit waktu (dan dana) yang saya punya dan juga sulitnya transport kesana, akhirnya saya memutuskan menjelajah kota saja. Bersepeda jelas jadi opsi utama yang ingin saya lakukan, meski puasa bukan halangan untuk mengayuh pedal menelusuri jalanan kota Bandung, toh sepedanya juga tersedia dimana - mana. Boseh Bike Share milik Dishub Bandung siap digunakan sewaktu - waktu. Oke rencana sudah didapat!

Kereta Api Serayu yang membawa saya dari Purwakarta sampai di Stasiun Kiaracondong tepat jam 12.59 (saya harus memuji keakuratan PT KAI dalam memanajemeni perjalanan armadanya). Selanjutnya saja menuju Stasiun Bandung dengan ojek online untuk menitipkan carrier saya di locker yang ada disana, dan sampai disana.. hujan menyambut.. rencana saya gagal total. Meski saya terbiasa bersepeda saat hujan tapi untuk kali ini saya harus berkompromi. Waktu yang tersisa memaksa saya berpikir cepat, saya tidak ingin hanya duduk diam di stasiun menanti waktu berangkat. Otak saya mengeksplorasi berbagai kata kunci tentang Bandung, dan memori saya langsung tertuju pada sebuah kalimat "Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi" yang ditulis oleh Pidi Baiq. Buku adalah kata kunci pertama. Berbagai hal di Kota Bandung juga mengingatkan pada kreativitas yang membuncah, desain arsitektural modern dan lawas yang berpadu di kota terlihat dimana - mana. Kreatifitas adalah kata kunci kedua. Semesta rasanya berkonspirasi saat lagu milik salah satu band indie papan atas asal Bandung mengisi ruang dengar saya. bukan musik tapi Independen yang menjadi kata kunci ketiga. Sebuah sikap rebel yang lepas dari keteraturan, sebuah perjuangan berasaskan idealisme. Buku, Kreatifitas dan Independen adalah kata kunci yang saya pakai untuk menemukan sebuah tempat yang akan saya kunjungi, sebuah tempat bernama Kineruku.






Kineruku adalah sebuah toko buku di Jalan Hegarmanah di Kota Bandung, sebuah kawasan pemukiman yang jalanannya menanjak, kanan - kirinya hijau dan berujung ke Secapa AD. Nggak sulit menemukan Toko Buku ini, letaknya kira - kira 200 meter dari sebuah tugu/taman pertama di Kanan jalan, tidak ada signage di pinggir jalan tapi kamu akan menemukannya di satu area yang sama dengan sebuah toko barang antik. Kineruku merupakan sebuah perpustakaan x toko buku x tempat kerja semacam coworking space x tempat nongkrong. Kamu bisa membaca buku disini atau memborong buku/merchandise/kaos yang tersedia, koleksinya lumayan lengkap dari koleksi lama hingga baru, dari penerbit besar hingga penerbit independen. Beberapa buku yang tidak saya temukan di Surabaya bisa saya temukan disini (meski dompet membatasi saya hanya boleh membeli 2 buku).
Toko Barang Antiknya pun memiliki beberapa koleksi menarik, mulai kamera polaroid yang masih aktif, poster film metropolis yang legendaris dan beberapa storyboard iklan jadul bisa ditemukan disini.


Selesai dengan Kineruku dan barang - barang vintage jam masih menunjukkan angka 15.46, seorang teman menjanjikan akan menjemput dan mengajak saya kulineran untuk buka puasa. Sebuah tawaran yang tidak bisa saya tolak karena orang ini tahu luar dalam seluk beluk kuliner legendaris di Kota Bandung, sehingga saya tidak perlu khawatir dibawa ke tempat makan kekinian yang ramai dan penuh atau terpaksa membeli makan cepat saji untuk sahur. 

Setelah berputar - putar kota Bandung, termasuk melewati Cihampelas Sky Walk (rasanya seru juga ya, orang diatas enak jalan kaki yang dibawahnya mobil-motor berduselan karena kemacetan hehe), akhirnya Bang Ibra teman saya itu membawa saya ke sebuah tempat, gang kecil yang berujung jalan buntu untuk mencapai sebuah Rumah Makan Legendaris .. Rumah Makan Ma' Uneh. Awalnya saya pikir kami akan makan di depan, tapi Bang Ibra bilang mending langsung yang di Ma' Unehnya aja, kalau yang di depan itu yang dikelola oleh anaknya. Jadi kalau dari jalan raya setelah RM. Ma' Uneh yang dipinggir jalan kamu akan menemukan sebuah

Rumah Makan Mak Emah menyajikan menu khas tanah Sunda. Alhasil saya pun memesan Leunca, Baceman dan Pepes Jamur sebagai menu berbuka sekalian membungkus Ati Ampela Goreng & Leunca untuk dibawa sebagai bekal sahur. (maaf ngga sempat foto makanannyam, keburu abis :p)




19.10 saya sudah mencapai stasiun Bandung, dan setelah berpamitan dengan Bang Ibra, saya pun segera masuk untuk duduk nyaman di dalam kereta .. siap untuk Pulang dan siap untuk menuju perjalanan berikutnya..




Comments

Popular Posts